Solo In My List
16.11
Sore (28/10/2009) pukul 17.00 WIB saya mulai melakukan perjalanan ke kota Solo dimana kita kenal sebagai kota yang cukup kaya akan sejarah, batik, dan makanannya yang khas serta murah. Saya mengawali perjalanan dari Jatinangor, Sumedang. Alat transportasi yang dipilih dalam perjalanan ini adalah kereta api kelas bisnis yang berangkat dari Stasiun Hall, Bandung. Tentunya untuk mencapai ST. Hall saya harus menyambung angkutan umum sekali dan kereta ekonomi seharga Rp1.000 dari Stasiun Kiaracondong sampai Stasiun Hall. Waktu yang diperlukan untuk sampai di Stasiun Hall sekitar 1,5 jam. Keberangkatan kereta pukul 20.00 WIB dan diperkirakan pukul 05.00 WIB sudah sampai Solo. Perjalanan malam hari menurut saya adalah paling berkesan karena biasanya jarang ditemui pedagang asongan yang lalu lalang. Selain itu udara malam yang sejuk membuat kita mudah untuk melepaskan kepenatan.
Stasiun-stasiun perlahan kami jajaki dan mulai mengangkut penumpang dengan tujuan akhir Solo. Gerbong-gerbong yang tadinya kosong kini mulai terisi dengan berbagai orang. Hiruk pikuk pun mulai terdengar dan tentunya bahasa jawa disini mejadi kental. Beberapa saat kemudian masinis pun mulai menambah kecepatan keretanya mengejar fajar yang akan muncul esok hari. Beberapa penumpang pun mulai meletakkan barang-barangnya dan mengambil posisi tidur. Saya juga ikut terlelap dalam kesunyian malam itu dan yang hanya terdengar hanya suara bantalan rel yang bergesekan dengan roda kereta.
Pagi pun menyapa saya dengan hamparan ladang hijau di sebelah kiri dan kanan jendela. Suasana yang jarang sekali kita akan temukan di perkotaan. Padi-padi yang mulai menguning pun juga mulai merunduk. Sekitar pukul 06.00 WIB saya sudah sampai di Stasiun Solo Balapan.
Tempat yang menjadi tujuan utama adalah Keraton Solo dan Pasar Gede. Karena kedua hal tersebut lah yang menjadi ciri khas kota Solo. Wisata Keraton Solo ini cukup murah karena hanya dengan Rp 6.000 kita sudah dapat melihat berbagai hal. Akan tetapi harga ini hanya berlaku pada wisatawan domestik berbeda dengan wisatawan asing yang dikenakan Rp 9.000. Salah satunya kereta kuda yang digunakan petinggi keraton, berbagai macam keramik yang digunakan orang dalam keraton, dan berbagai baju kerajaan. Uniknya ketika saya memasuki Keraton tidak diperbolehkan memakai sandal jepit ke dalam akan tetapi jika menggunakan sepatu atau sepatu sandal boleh. Jadi ketika itu saya harus bertelanjang kaki ke dalamnya.
Disana masih bisa dijumpai bagaimana abdi dalam di Keraton melakukan prosesi sesaji dengan memberikan kembang dan kemenyan pada berbagai alat yang ada di dalam Keraton bahkan semua isi Keraton tersebut. Ruangan yang ada di dalam Keraton terbagi menjadi beberapa diantaranya ada ruang yang memamerkan berbagai keramik, ruangan yang berisi miniatur orang yang berpakaian khas Keraton mulai dari abdi dalam sampai pada kaum bangsawannya, dan masih banyak lagi.
Ketika saya memasuki tiap ruangan pasti memberikan kesan yang berbeda. Dan tentunya kesan mistis menjadi hal utama. Karena tampilannya yang tradisional sekali dan juga nilai-nilai leluhur yang masih dijunjung tinggi di dalamnya.
Tujuan berikutnya adalah Pasar Gede Solo lengkapnya Pasar Gede Harjonagoro. Pasar ini didirikan atas permintaan Pakubuwono X dan sudah berdiri sejak zaman kolonial Belanda, Pasar Gede mulanya merupakan sebuah pasar kecil yang didirikan di area seluas 10.421 hektar, bangunan ini dirancang oleh seorang arsitek Belanda bernama Ir. Thomas Karsten. Bangunan pasar selesai pembangunannya pada tahun pada 12 Januari 1930, keunikan pasar ini adalah desainnya yang dibuat dengan pendekatan yg sangat humanis dengan memperhatikan perilaku manusia di dalamnya.
Selain itu mata pengunjung juga akan dimanjakan lagi dengan lampu-lampu zaman dulu yang menghiasi sekitar pasar tersebut dan para tukang becak yang juga berjejer untuk giliran mendapat penumpang.
Berjalan ke arah utara sekitar 1 km kita akan mendapatkan patung Slamet Riyadi yang berada tepat di depan Rumah Sakit AD Slamet Riyadi Surakarta. Slamet Riyadi terkenal dengan keberaniaannya selain itu ahli taktik dan strategi, dia sangat agresif menyerang namun selalu menghindari kontak senjata yang merugikan, dia gemar membaca dan gemar menulis. Salah satu petunjuk perang gerilya pertama TNI yang tertulis adalah buah karyanya. Dalam tulisan itu dia menyebutkan pentingnya agresivitas, taktik regu kecil, menghormati rakyat, menghemat amunisi, dan cara membiayai gerilya. dan Namanya mulai disebut-sebut karena hampir di-setiap peristiwa perlawanan di kota Solo selalu berada dalam komandonya.
nb: Foto merupakan dokumentasi pribadi
oleh:
Luk Lukul Hamidah
210110080269
Sangat menarik.
Ini bisa menjadi suatu informasi untuk orang yang belum pernah pergi ke Solo seperti saya ini.
Esteh mana gan? Huehue
wahh, jadi tertarik ke soloo..:D
arsitekturnya baguuss, keliatan banget udah lama banget bangunannya, tapi malah jadi daya tarik lebih ngeliatnyaa..
Patung slamet riyadi juga kerennnn^^/!!jadi ngeFans sama pak slamet karna ngebaca ceritanyaa..:D
Pasar Gede dari dulu memang unik dan menarik. walaupun bangunannya sudah tua tetap saja membuat saya tertarik.
solo kerennya sama kayak jogja..
cuman kurang dieksplor aja..
dengan adanya blog ini jd bisa makin tau deh.. :0
coba ke pasar klewer di Solo, belanja batiiiiik